SERUPA isyarat yang menikahi diam, begitulah aku. Mendoakan keselamatan untukmu, dan meyakinkan TUHAN untuk memberi petunjuk bagimu, bahwa telah kumantapkan lahir-batinku untuk menjadi pendamping hidupmu.
Mencintaimu dalam diam bukan karena bibirku tak mampu bersuara. Tetapi aku takut apabila terlalu banyak mengumbar cinta, membuat cintaku padamu melebihi rasa cintaku pada TUHAN Semesta Alam.
Meyakinkan TUHAN lewat kerja ahlak dan tindak yang baik, mungkin bisa menjadi sebuah proses bahwa kepantasanku menjadi pendamping hidupmu bukan sebatas kata-kata.
Kita boleh jauh di mata, aku di sini dan engkau di sana. Namun, dalam yakinku ‘kita menghadap kiblat yang sama’ dan sama-sama mengharap kesejatian cinta atas kehendak-Nya.
Dari itu meski kita jauh di mata, namun dekat di doa. Bukankah itu lebih dari cukup untuk berkarib ajar kasih sayang dalam naungan ridha-Nya?
Percayalah akan tiba waktunya kita mendewasakan cinta melalui pernikahan. Asalkan isyarat yang sama-sama kita sampaikan pada TUHAN benar mampu kita pahami sebagai kebijaksaan pecinta yang saling mencinta.
Jika pun kita tidak berjodoh, itu bukan karena isyarat yang mewujud doa tak diketahui maknanya oleh TUHAN. Tetapi ada saat di mana kita harus memahami satu perkara bahwa ‘apa yang terbaik menurut kita, belum tentu yang terbaik bagi-Nya’.
Dalam diam aku mencintaimu...
No comments:
Post a Comment